Hindarilah Ancaman Pilkada Serentak
oleh Drs. Aloysius Renwarin, SH, MH
A. Pilkada Damai dan Berintegritas
Pilkada yang berlangsung aman dan damai adalah menjadi cita-cita kita bersama.
Kita tidak menginginkan konflik yang terjadi di tengah masyarakat. Setiap warga negara
bebas untuk ikut berpartisipasi dalam Pilkada, namun diharapkan untuk tetap menjaga
kedamaian di daerah masing-masing. Seluruh lapisan masyarakat di Papua diharapkan
untuk dapat menghindar konflik sosial akibat perbedaan pilihan politik di dalam Pilkada
ini. Kita diajak untuk lebih dewasa dalam berpolitik dan berdemokrasi. Jangan
mencederai pesta demokrasi kita dengan menimbulkan kericuhan sosial, jangan lagi kita
menumpahkan darah dalam pesta demokrasi serentak ini.
Pilkada yang aman dan damai juga sangat ditentukan oleh integritas dan
independensi dari para penyelenggara, dalam hal ini, KPU dan Bawaslu. Penyelenggara
yang tidak independen dan memihak calon tertentu, telah terbukti jika sikap demikian
menghambat dan mengacaukan jalannya proses pelaksanaan Pilkada, bahkan memicu
timbulnya konflik horizontal di tengah masyarakat akar rumput di berbagai tempat di
tanah Papua. Dalam kondisi demikian, rakyat yang memiliki hak untuk memilih, dapat
saja kehilangan hak suaranya apabila terjadi manipulasi di dalam proses pelaksanaan
Pilkada. Oleh karena itu, terjadi pengingkaran terhadap hak konstitusional untuk terlibat
di dalam kehidupan politik. Kita mendukung pesta demokrasi yang berjalan jujur dan
bersih berguna di dalam melahirkan sosok pemimpin yang mau mendahulukan
kepentingan rakyat kita.
B. Menggunakan Hak Pilih Sesuai Hati Nurani (Hormati Asas Luber)
Sebagai warga negara yang memiliki hal pilih, dipersilahkan untuk menggunakan hak
pilihannya sesuai dengan hati nurani masing-masing. Kita diharapkan untuk memilih calon
pemimpin kita di hari esok tanpa ada unsur paksaan dalam bentuk apapun. Sebab pilihan kita ini
menentukan kepemimpinan di daerah untuk lima tahun mendatang, baik ataupun buruk kualitas
dari pemimpin yang kita pilih. Dengan demikian, partisipasi kita berdampak juga pada kualitas
kehidupan demokrasi dan pemerintahan yang tercipta di daerah kita.
Kita boleh terlibat dalam proses Pilkada, silahkan kita mendukung seseorang atau
kandidat tertentu. Namun, kita jangan menjadi aktor-aktor yang memicu permasalahan di tengah
Pilkada berlangsung. Kita diharapkan untuk menjaga kelangsungan pesta demokrasi secara
langsung, umum, bebas dan rahasia (LUBER). Prinsip LUBER inilah yang kita sekalian wajib
menjiwainya. Sekaligus merupakan rambu-rambu yang paling penting untuk mendukung
tersenggaranya Pilkada yang demokratis.
C. Tolak Isu Sara dan Politik Uang (Money Politics)
Berdasarkan pengalaman, mempermainkan kedua isu tersebut karena hal tersebut mudah
menimbulkan konflik sosial. Bila ketahuan, bisa mengorbankan banyak orang sehingga kita
diminta untuk berani menolak hal-hal yang merusak wajah pesta demokrasi ini. Kita harus berani
menolak politik SARA dan politik uang (money politics) yang berpotensi menimbulkan
kericuhan besar. Alangkah baiknya kita menolak semua hal-hal yang berkaitan dengan isu
SARA dan politik uang (money politics) bertujuan untuk tidak merugikan hak politik warga
negara dan stakeholders lainnya.
D. Pengawasan Pilkada-Peran Aktif Warga
Apabila terjadi pelanggaran Pilkada, baik sifatnya administrasi maupun pelanggaran
pidana, maka setiap warga negara, baik orang atau kelompok yang mewakili kandidat maupun
lembaga pemantau lainnya dan masyarakat, dapat menyampaikan pengaduannya kepada KPU
setempat sebagai penyelenggara. Sedangkan untuk pelanggaran pidana Pilkada, dapat dilaporkan
kepada Sentra Gakkumdu (Sentra Penegakan Hukum Terpadu). Setiap pelanggaran yang
sifatnnya administrasi dan pidana, baiknya laporkan kepada pihak berwajib yang disebut diatas.
Proses hukum atas pelanggaran Pilkada melalui para pihak yang berwajib tersebut di atas,
dapat membantu menghindari kerawanan konflik antara massa pendukung kandidat. Kita yang
lain tetap tenang. Kita percayakan KPU dan Bawaslu dalam ini, Gakkumdu untuk bertindak
professional, berpegang pada aturan-aturan hukum pemilihan umum yang berlaku, serta
mengedepankan kepentingan rakyat banyak di atas kepentingan pribadi dan golongan. Sebagai
warga negara, kita diminta untuk bisa menahan diri dari konflik yang akan timbul. Kita diajak
untuk tetap mengambil sikap dan posisi yang tenang.
E. Sanksi Hukum
Hati-hati! Jangan masuk penjara hanya karena isu SARA dan politik uang (money
politics). Kalau kita terlibat dalam kedua isu ini memiliki jerat hukum yang berat. Berikut
ketentuan perundang-undangan Pilkada tentang Money Politics. Hukumnya berat.
Menurut UU No. 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
Pasal 187 A
1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum, menjanjikan
atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara
Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih
agar tidak menggunakan hak pilih dengan cara tertentu, sehingga suaranya menjadi tidak
sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud
pada pasal 73 ayat (4);
Maka ancaman pidana pelanggaran ini ditegaskan dalam Pasal 78 (2) yang berbunyi:
“Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye,
Relawan atau Pihak Lain yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 71, dikenal sanksi pidana berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan”. Ketentuan ini dipertegas juga dalam Peraturan KPU No. 4/2017 dalam Pasal
71 ayat (1).
Jadi ingat sanksi ini baik-baik! Baik Pemberi dan Penerima uang di Pilkada siap-siap
diancam hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda maksimal Rp. 1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah). Maukah Anda? Hanya karena uang Rp. 20.000,00 atau Rp.
50.000,00 meringkuk di penjara dan didenda lebih besar begitu?
Ingat! Pilkada saat ini berbeda dan memiliki aturan yang lebih ketat. Jadilah pemilih yang
rasional dengan menjauhi intrik dan pelanggaran-pelanggaran yang tidak perlu. Mari kita
ciptakan Pilkada ini lebih berkualitas serta terhindar dari ancaman pidana. (Penulis adalah seorang Advokat)